Atasperistiwa itulah Juru Bicara OPM Sabby Sambom, menyatakan kematian Kornelis sebagai duka nasional bagi bangsa Papua. Berita tentang kematian Kornelis Aikinggin diunggah Pos-Kupang.Com dengan judul: TPNPB Umumkan Duka Nasional, Sosok Berjasa Bagi Papua Merdeka Ini Meninggal Dunia Secara Tidak Wajar. (frans krowin/*) Berita Lain Terkait Berikutini Naskah Drama Suara-Suara Mati Karya Manuel Van Loggem Dramatic Personae Suami Istri Bujang Sahabat Cuplikan Dialog Naskah Drama Suara-suara Mati SUAMI (tersenyum) Aku sendiri tak dapat membaca apa yang aku tulis. ISTRI Tak perlu! Kau hanya tandatangan SUAMI Tiap kali aku melihat namaku, aku melihat diriku sendiri ISTRI KAWISUARA KAWI SUARA. Jalan Mencari Pencerahan. Senin, 13 Maret 2017 Laksita-Jati; ajaran tentang langkah-langkah panglebur raga, agar supaya orang yang meninggal dunia, raganya dapat melebur ke dalam jiwa (warangka manjing curiga). Kamuksan, mokswa, atau mosca, yakni mati secara sempurna, raga hilang bersama sukma, yang lazim dilakukan Dalamskenario ini, tidak ada suara diputar. Dalam PowerPoint 2013, Anda mungkin juga menerima galat "beberapa media dalam presentasi ini tidak disertakan dalam video. Apakah Anda ingin melanjutkan tanpa termasuk media?" Penyebab. Masalah ini terjadi karena DirectShow mengedit Layanan tidak dapat mengubah data suara file video data. Pemecahan FotoBaliho PDI-P Tidak Butuh Suara Umat Islam (Turnbackhoax.id) Foto baliho yang berisi pesan mengklai bahwa PDI Perjuangan tidak membutuhkan suara umat Islam beredar di media sosial. Hal itu diunggah oleh akun Kasep Muhibin di jejaring media sosial Twitter pada 20 April 2022. Dalam baliho tersebut pun terdapat logo beberapa lirik maula ya sholli wasallim daiman abada az zahir. Suara Suara Mati Karya Manuel Van Loggem Para pelaku Suami Istri Bujang SahabatDEKOR RUANGAN INI MERUPAKAN KAMAR YANG BERNUANSAKAN KEMURAMAN, DENGAN KURSI-KURSI YANG BERAT. RUANGAN INI RUANGAN BACA BIBILIOTEK’ UNTUK AKSEN PRIBADI YANG LEBIH NYATA PADA TOKOH SUAMI. DAN LEBIH PENTING DAPAT MENGGUGAH KENANGAN MASA SILAM SAAT SAHABAT SERING KALI MENGUNJUNGI TEMPAT ITU. PINTU CUMA SATU DI BAGIAN BELAKANG, SEBAB KELUAR MASUKNYA ORANG-ORANG DALAM DRAMA INI PENTING SEKALI. RUANGAN SANGAT TERATUR DAN PENUH SELERA. ISTRI Jadi keluar sendiri lagi kau, Pak? SUAMI Ya, manis! Dan seperti yang kau lihat, dapat juga. Yah, ingin aku sekali-sekali tak perlu dipapah orang lain kalau berjalan. Ingin sekali-sekali aku tinggal sendirian. ISTRI Tidakkah kau merasa sakit? SUAMI Bukan main! Sekarang pun masih terasa. ISTRI Baiklah. Aku tolong kau. ISTRI MENUNTUN SUAMINYA. PERLAHAN MENUJU KURSI. SUAMI MELETAKKAN TONGKATNYA SUAMI Ambilkan surat-surat yang mesti aku kerjakan sekarang. Ingin aku selesaikan sekali. ISTRI Tidakkah lebih baik kau tangguhkan saja? SUAMI Tidak! Aku masih punya sisa semangat yang aku kumpulkan untuk berjalan-jalan tadi. Sekarang ingin kuhabiskan. ISTRI Banyak yang dikerjakan? SUAMI Hanya beberapa surat yang masih harus kutandatangani. Lainnya sudah kuselesaikan. Istri mengambil pulpen dari dalam saku baju suaminya dan memberikannya pada tangan kiri, kemudian dikeluarkan surat-surat dari dalam map ISTRI Pak, mengapa tak kau kuasakan saja padaku, untuk menandatangani surat-surat itu. kau sakit dan lelah. SUAMI Kalau aku yang menuliskan sendiri namaku, bagaimana susah dan jeleknya, maka seolah-olah aku telah memindahkan sebagian dari diriku ke dunia lain. Jelas tampak di hayalku sendiri, sama-sama rusak dan lumpuhnya. Tapi setidak-tidaknya di luar aku sendiri, tampak olehku bahwa aku masih dapat menulis, sekalipun dengan tangan kiri. Sekalipun hanya dua kata berturut-turut, lebih tidak. terdiam sejenak mau kau membukakan pulpenku? ISTRI MEMBUKA PULPEN. SUAMINYA MENANDATANGANI SURAT-SURAT DENGAN TANGAN KIRI. SETELAH ITU DIAMATI TULISANNYA DENGAN TERSENYUM SUAMItersenyum Aku sendiri tak dapat membaca apa yang aku tulis. ISTRI Tak perlu! Kau hanya tanda tangan SUAMI Tiap kali aku melihat namaku, aku melihat diriku sendiri ISTRI Nama tak lain dari suatu janji. SUAMI Janji yang harus ditepati! nyata gregetun dengan kekerasannya, kemudian menjadi lembut maaf. Ini tentu merupakan siksaan yang berat bagimu, bahwa kau harus memelihara aku seperti anak kecil. ISTRI Anak kecil!? Pak, jangan katakan itu! SUAMI Ya, anak kecil memang harus dipelihara baik-baik. Tapi ini sungguh tidak adil, bahwa kau mendapat kebobrokan tua bangka ini seraya menunjuk dirinya untuk kau pelihara ISTRI keras Tidak! Tidak! Itu sudah kewajibanku! SUAMI Tersenyum mengejek campur iba Kewajiban!? Seperti kita sudah kawin lama saja. Padahal baru dua tahun. diam sejenak Dulu aku sehat. Cuma agak terlampau matang barangkali, di samping keremajaan yang masih hijau. Tapi dulu aku mempunyai anggapan, bahwa orang membutuhkan dua umur perempuan untuk mengisi umur satu laki-laki. Kiranya bagiku tak sampai memerlukan perempuan kedua, sebab yang pertama saja sudah pusing jiwanya olehku. ISTRI Waktu kita kawin, aku tidak menganggap kau tua. SUAMI Persis dua kali umurmu. Perkawinan kita ini sudah menjadi rumusan ilmu pasti dengan hasil salah. Dua kali satu nol ISTRI Kau pasti akan sembuh lagi, Pak, waktu kita kawin kau masih sehat. SUAMI Akan sembuh dan bertambah tua. Kita perlahan-lahan tumbuh saling mendekati akhirnya mencapai titik pertemuan kalau sudah tidak mempunyai arti lagi. Hari tua tak mengenal perbedaan umur lagi. ISTRI berdiri Ada orang mengetuk pintu. KETUKAN INI SEBENARNYA TIDAK ADA SUAMI melihat jam tangan Kau salah dengar. Ia tentunya belum datang. Biasanya ia selalu tepat pada waktu yang dijanjikan. ISTRI Tapi aku serasa mendengar sesuatu. SUAMI Mendengar sesuatu? Seperti pekan lalu? ISTRI terkejut, gelisah Tidak! Tidak! Bukan itu! Maksudku ketukan pintu! SUAMI Tak ada ketukan pintu. Badanku lumpuh tetapi pendengaranku masih baik. ISTRI gelisah Mungkin aku keliru, sangkaku bunyi pintu. Tapi aku salah dengar? SUAMI Orang yang mengalami sesuatu mungkin bisa keliru. Di dalam dan di luar manusia itu ada suara. Soalnya, apakah orang lain juga mengalamai hal yang sama? ISTRI Sudah! Sudah! Jangan mulai lagi! SUAMI Apa yang kau dengar? ISTRI Pintu. Tapi aku keliru! Sudahlah. SUAMI Aku hanya ingin menolongmu. Tapi untuk itu perlu berterus terang, yang disembunyikan akan menjadi busuk. Aku ingin menyembuhkan. ISTRI Aku tidak sakit, Pak… SUAMI perlahan, tetapi dengan tekanan Kau dengar lagi anak menangis? ISTRI Tidak! Tidak! SUAMI Jangan disembunyikan, aku ingin menolongmu. Waktu berjalan terus tanpa kata. Apa yang sudah lalu kau dengar sekarang. Kau ketinggalan sendiri di masa silam. Kau harus mengejar kami. Jangan tinggal di sana. Anak itu sudah mati, sudah lebih dari satu tahun. ISTRI Jangan usik soal itu lagi! SUAMI Kau sudah ketinggalan waktu lebih dari satu tahun ISTRI Aku dengar tangis anak itu. Aku bersumpah! Aku dengar! SUAMI Yang baru-baru ini kau pungkiri juga. Setelah lama barulah kau mengaku. Itu bagus sekali. Tandanya kau sadar akan kesendirianmu. Sendirian dalam waktu, dengan kenangan sebagai dunia sekitarmu. Kau harus lekas-lekas kembali, sebab kami terus maju. Jarak waktu antara kau dan kami semakin jauh. ISTRI kehabisan tenaga Sudahlah! Sudah! Aku tidak mendengar SUNYI BEBERAPA SAAT, SUAMI BERDIRI DAN BERJALAN DENGAN SUSAH PAYAH MENDEKATI POTRET KECIL, POTRET SEORANG ANAK BAYI, YANG BERADA DI ATAS LEMARI BUKU SUAMI Untunglah aku sudah membuat potret ini. Sekarang aku tak dapat membuatnya lagi. Tanganku tak kuasa lagi memegang alatnya. Tapi potret ini kubuat, dulu ketika anak ini baru lahir, belum dapat dikenali wajahnya, belum dapat dikenal mirip siapa wajahnya. Sayang tak lama kemudian meninggal. Tiba-tiba berpaling pada istrinya dengan pandangan tajam Ingatanku mulai tumpul. Bukankah kata dokter, anak itu mati lemas karena mukanya telangkup ke bantal? ISTRI Aku harap jangan bicarakan itu lagi! SUAMI Begitu kata dokter, bukan!? ISTRI Ya! SUAMI Tak seorang pun dapat berbuat apa-apa. Tak seorang pun bersalah! ISTRI Tak bernada Tak seorang pun! SUAMI KEMBALI MENEKUNI POTRET SERAYA TERMENUNG SUAMI Dengan membuat potret ini, seolah-olah aku telah merampas hidupnya. Aku bangga sekali dengan anak ini. Masih ingat kau? istri diam membuang muka Bangga bercampur takjub. Bangga karena kenyataan sekalipun keadaanku begini, masih dapat punya anak. Boleh dikata suatu keajaiban. Kelahiran dari cipta. Seperti dalam dunia wayang saja. Indrajid lahir karena kekuatan cipta. Pintu diketuk orang, istri terkejut. Suami melihat jam tangannya Pintu diketuk orang? ISTRI Aku tak dengar! SUAMI Itu salah! Mestinya kau dengar apa-apa. Tapi pintu diketuk orang. Ia datang terlalu pagi, tapi tak mengapa. Kita boleh bergembira, bahwa satu-satunya sahabat kita masih tinggal mengukur waktunya dengan hasrat dan bukan dengan jamnya. Suruh dia masuk. Tentu kau senang melihat dia kembali Istri berdiri lurus saja tak bergerak ISTRI Aku…. tidak senang! SUAMI tajam Masukkan dia! ISTRI PERGI, SUAMI KEMBALIKAN POTRET, TETAPI LANTAS DIKEMBALIKAN PADA TEMPAT SEMULA. LALU ISTRI DAN SAHABAT MASUK. SUAMI MENYAMBUT DENGAN SUSAH PAYAH DENGAN ULURAN TANGAN KIRINYA, KEMUDIAN KEMBALI DUDUK KE KURSINYA SAHABAT Bagaimana dengan keadaan badanmu? SUAMI Semakin buruk, kepala tinggal menunggu apa yang dilakukan oleh badan. Pikiranku masih terang, itulah yang malah membuat aku susah. Serasa badanku dibelit ular sampai remuk, tapi kepalaku tak apa-apa, hingga aku dapat menyangsikan semua dengan terang. SAHABAT Apa kata dokter? SUAMI Dokter, aku sudah tidak pakai lagi. Sudah sering berganti, tetapi mereka tak dapat menyembuhkan. Kata mereka, penyakitku ini akan hilang dengan sendirinya. Sekarang aku tak mau melihat mereka lagi. Dengan begitu mereka pun tak akan dapat memberikan aku harapan-harapan palsu lagi. Sekarang aku bersikap tak peduli sahabat berpaling pada istri SAHABAT dengan lembut Dan kau, apa kabarmu? ISTRI Baik! Cuma kepalaku agak pening! SUAMI kepada Sahabat Aku ingin bicara dengan kau tentang dia. Barangkali kau dapat memberi pertimbangan. Sayang akhir-akhir ini kau jarang sekali datang. SAHABAT MENJAWAB SUAMI, TAPI DENGAN MEMANDANG ISTRI SAHABAT Akhir-akhir ini aku mendapat kesan, bahwa kedatanganku tak begitu dapat sambutan seperti dulu-dulu Istri memandang jurusan lain SUAMI Itu cuma perasaanmu saja. Tapi aku yakin, pasti bukan aku yang menimbulkan kesan itu, aku senang kalau kau datang Diam sejenak Aku tahu, bahwa antara kita ada terjalin satu ikatan, ikatan yang melebihi persahabatan semata. SAHABAT Begitu memang! ISTRI terkejut Tidak! SAHABAT Bukankah sudah waktunya sekarang berterus terang? SUAMI Selamanya memang lebih terang, kalau berterus terang. SAHABAT Nah, mulailah! Mengapa kau telepon aku suruh datang kemari? Mengapa kau minta aku datang tepat pada waktu yang kau tentukan? ISTRI Dia menelpon? kepada suami Aku tak tahu, Pak, mengapa tak kau katakan padaku. Katamu dia akan datang seperti dulu-dulu. Tapi kau tidak minta dia datangkan!? SUAMI Aku ingin pulih kembali persahabatn kita dulu. Kita dulu mengalami bersama saat-saat yang menyenangkan, kita bertiga dekat sehabis perkawinan kita. Persahabatan yang jarang terjadi, sudah merupakan tri tunggal kepada sahabat dan ketika kau tak datang-datang lagi, entah apa sebabnya aku tak tahu, maka di rumah ini lalu menjadi sepi. Dapat kau pahami, bukan? Seorang yang lumpuh, seorang istri cantik yang muda ini, membawa kekakuan, membawa kesepian. Dan dalam kesepian lantas tumbuh suara-suara aneh yang mengacaukan alam pikiran. Sebab itu kuminta kau datang, Sahabat. Kau sebagai satu-satunya suara hidup untuk melawan suara-suara mati dalam kesepian kami. SAHABAT Apa maksudmu? Suara-suara mati? Aku menjadi curiga padamu! SUAMI Orang cacat selamanya dicurigai. Ya, mereka adalah musuh-musuh yang dijelmakan dari perasaan takut orang-orang waras. SAHABAT mengancam Apa suara-suara mati itu? Sunyi seketika, suami memasang telinga, suara pintu diketuk orang ISTRI memekik Tidak! Aku tidak mendengar apa-apa! SUAMI Ssttt! Pintu diketuk orang? ISTRI Aku tak dengar apa-apa! SUAMI melihat jam Pengantar pos. datangnya mesti tepat waktu begini. Tadi kuminta Bujang segera membawa surat-suratnya ke mari. BUJANG MASUK DENGAN MEMBAWA SURAT-SURAT YANG DIULURKAN KEPADA ISTRI BUJANG Ada surat buat Nyonya! ISTRI TAK BERGERAK. BUJANG MASIH BERDIRI DENGAN TANGAN TERJULUR SUAMI Itu… ada surat untukmu! ISTRI MENDEKATI BUJANG, PERLAHAN-LAHAN SEPERTI DALAM MIMPI DAN DENGAN ACUH TAK ACUH MENGAMBIL SURAT. BUJANG LANTAS KELUAR LAGI. ISTRI TINGGAL BERDIRI SAJA. TANGANNYA LURUS KE BAWAH. SURAT ITU DIPEGANGNYA TANPA DIBACA SUAMI Mengapa kau berdiri saja? SAHABAT Ada apa? Dari siapa surat itu? ISTRI tak bernada Dari kau! SAHABAT tersentak Apa maksudmu? ISTRI masih tak bernada Setahun lamanya kau tulis surat padaku. Aku tak berani membicarakan soal itu dengan kau. Cuma aku memberikan isyarat agar kau dapat merasa. Itulah sebabnya kau merasa di sini tak lagi dapat sambutan baik seperti dulu-dulu. Kini sudah waktunya berterus terang seperti katamu tadi. Baiklah aku senang sekarang, tak perlu lagi harus bersembunyi. Cuma aku tak mengerti, mengapa kau siksa aku dengan surat-surat itu. SAHABAT pada suami Apa artinya semua ini? SUAMI Suara-suara mati! Ia mendengar suara-suara itu. Dan kini ia melihat isyarat-isyarat mati. ISTRI seraya memerlihatkan surat Tapi toh surat ini ada padaku. Aku kenal tulisan ini seperti aku kenal tulisanku sendiri. Setahun lamanya aku menerima surat-surat dengan tulisan ini. Mula-mula sesaat setelah matinya anak itu. SAHABAT Tapi mengapa kau sangka aku yang menulis? ISTRI Sebab hanya kau yang tahu apa yang tertulis di dalamnya! SAHABAT MEREBUT SURAT DARI TANGAN ISTRI SAHABAT Berikan surat itu. melihat suami Aku tidak menulis surat itu! ISTRI Namamu memang tidak kau tuliskan, tapi cuma kau yang tahu apa isinya. SAHABAT Aku berani bersumpah bukan aku yang menulis surat ini! ISTRI Surat-surat yang lain pun tak pernah kau tanda tangani. SAHABAT Aku tak pernah menyurati kau! Aku tak akan berani! Aku takut… ya, aku takut akan membuka rahasia sendiri kalau aku menulis surat betapapun aku sudah berhati-hati. ISTRI Dalam hati akupun bertanya-tanya, mengapa begitu sampai hati kau melakukannya. Semula aku menangis karenanya, karena kekejamanmu. Tapi kemudian ketika aku mulai berpikir, bahwa aku mungkin benar maka mengertilah aku, bahwa kau harus membenciku. SAHABAT memegang bahu Istri Apa yang kau katakan itu? Demi Allah, katakan apa yang telah terjadi! ISTRI MELEPASKAN DIRI DARI PEGANGAN SAHABAT LALU PERLAHAN MENUJU KE DEPAN SERAYA MENGUCAPKAN YANG BERIKUT, SEPERTI BICARA PADA DIRI SENDIRI ISTRI Mula-mula ada perlawanan, perlawanan karena tak percaya, karena keyakinan dalam dirimu. Kau mulai tahu bahwa tuduhan-tuduhan itu bohong oleh kepastian pengalaman. Tapi apa yang terjadi sebenarnya, tak dapat diikuti lagi. Kebenaran itu terletak di masa silam dalam dirimu Cuma kenangan padanya. Lalu kenangan itu perlahan disinggung. Lama kelamaan kau terlepas dari masa silam, sampai pada saat kenangan itu membentuk kehidupannya sendiri. Dan runtuhlah kepercayaan pada apa yang kau ketahui. Mula-mula kau lawan kesadaran ini. Tapi sudah tidak ada lagi sisa-sisa kepastian yang tinggal. Dan kekuatan dalam dirimu pun menjadi liar. SERAYA MENATAP DENGAN PANDANGAN REDUP KE SEKITAR. SEAKAN-AKAN HENDAK MENGUJI KEJADIAN-KEJADIAN DI MASA SILAM PADA BENDA-BENDA DI DALAM KAMAR. Benda-benda di sekitarmu mulai kehilangan kemesraannya, soal yang paling remeh menjadi saing dan memuakkan dan mendorong kau menjauhinya. Meja dan kursi dalam kamar, pohon-pohon di jalan, mega-mega di langit. Semuanya menarik diri darimu, mereka jadi samar-samar mengandung rahasia. Itulah yang memberi kesepian yang tak tertangguhkan lagi. Dan bayang-bayang yang timbul dalam dirimu penuh dengan dendam dan benci. PADA KALIMAT BERIKUTNYA, SEBENTAR ISTRI MELIHAT PADA SAHABAT YANG MEMERHATIKAN DIA DENGAN PENUH RAWAN DAN KASIH. SUAMI MENGIKUTI PANDANGAN MEREKA ITU. PADA MUKANYA TERBACA PERASAAN SAKIT HATI, PUTUS ASA DAN DENDAM YANG BERKOBAR-KOBAR KARENA KESEPIAN YANG DILONTARKAN OLEH ISTRINYA Yang menjadi teka-teki bagiku ialah, mengapa manusia itu mesti menjadi musuh dirinya sendiri? Mengapa dalam satu tubuh bersarang harapan damai bersama dengan kekuatan yang membawa kebinasaan. Dan lambat laun kau tenggelam dalam kesangsian, dalam ketakutan…dalam ketakutan, dalam kesamaran dan keasingan!! Kadang-kadang, serasa ada dinding yang membelah badanku menjadi dua, di sisi kanan aku dapat berpikir, mengetahui, melihat keadaanku, mengikuti masa silam dengan keyakinan yang pasti. Tetapi di sisi kiri segala tumbuh dalam diriku, kecemasan, bayang-bayang yang serba samar. Sedang akalku tak kuasa menembus dinding itu. seolah-olah sudah kehabisan napas Kadang-kadang, serasa akal memukul-mukul seperti hendak melepaskan diri, tetapi dindingnya terlalu kuat. Aku tahu aku hidup dalam kebohongan, tapi kebohongan itu sangat kuat menguasaiku. Ada sebuah dinding yang membatasi antara aku dan suara anak itu menangis. Aku tidak dapat meneliti dari sisi dinding sebelah mana datangnya suara itu. SAHABAT Kau mendengar anak menangis? ISTRI Ya. Tangis anakku, anakku yang telah mati seraya menunjuk suaminya Dia, dialah yang memeringatkan aku terhadap suara itu. Dialah yang mula-mula mendengar tangis itu, kemudian disampaikan kepadaku. Diam sejenak Kemudian datanglah kesangsian itu, kemudian suara itu. SESAAT SEPI MENCEKAM SUAMI Kasihan. pada sahabat Tidak benar! Tidak benar, bahwa aku yang mulai mendengar suara itu. Itu hanya angan-angan saja. Tak dapat disesali dia. ISTRI Bersamaan waktunya dengan itu datanglah surat-surat itu, surat-surat yang berisi tuduhan. Surat dari satu-satunya orang yang sebenarnya dapat menolong aku. Surat dari kau! Oh, alangkah kejamnya. Kejam! Bahwa datangnya dari kau. Bahwa kau menuduhku! SAHABAT Apa yang telah kutuduhkan padamu? ISTRI Bahwa aku telah membunuh anakku sunyi senyap SAHABAT Itu tidak benar! ISTRI Di sisi kanan kebenaran, di sisi kiri dosa dan di tengah-tengah dinding. Tiap-tiap manusia selalu ada perasaan dosa yang masih samar-samar, masih mencari dasar. Kaulah yang memberi dasar itu dengan surat-suratmu! SAHABAT seraya menunjuk surat Jadi kau anggap aku yang menulis surat itu? ISTRI Ya! SAHABAT Boleh aku membacanya? ISTRI Boleh, nanti kau akan melihat dirimu sendiri seperti di dalam cermin. SAHABAT MEROBEK SAMPUL SURAT, SURAT DIKELUARKAN LALU DIBACA SUAMI Apa isinya? sahabat lama memerhatikan suami dengan pandangan curiga SAHABAT geram Kau pembunuh! SUAMI menyindir tajam Aku? Aneh sekali! Boleh aku melihat? SAHABAT MELEMPARKAN SURAT KEPADA SUAMI. SUAMI DENGAN SUSAH PAYAH MEMUNGUTNYA DI LANTAI SUAMI Kau salah baca. Sudah kusangka. Di sini tertulis “Ibu pembunuh” ISTRI Aku? Oh, lain tidak? SUAMI Tidak. SAHABAT kepada Istri Mesti ada yang mengetahui tentang anak kita. Ya, aku tak mau membisu lebih lama lagi. Kau tahu, bahwa aku cinta padamu. Jadi tak mungkin aku yang menulis surat-surat itu. Surat ini pun tidak! Aku tak berubah. Aku tak menulis surat-surat itu, percayalah! Percayalah! ISTRI Aku mau percaya padamu. Aku pun tak inginkan bukti apa yang kau katakan sudah cukup. Hanya karena kau yang mengatakan. Kalaupun aku melihat sendiri kau yang menulis aku pun akan percaya juga. Sebab aku mau percaya dinding dalam diriku yang membatasi antara bukti dan harapanku. SAHABAT Aku berhak atas dirimu. Aku tak sudi lama lagi dipaksa melepaskan kau karena belas kasihan. SUAMI Jangan hiraukan aku! SAHABAT kepada Istri Lingkungan ini tak baik bagimu, kau harus pergi dari sini. Kubawa kau dari sini, hawa sekitar sini sudah busuk, cahaya di sini sudah beracun. Kau tak bebas bernapas. Ikutilah aku. SAHABAT MEMEGANG LENGAN ISTRI. ISTRI TIDAK MELAWAN SUAMI Tidakkah kau minta diri dulu dariku? SAHABAT PUN MENDEKATI SUAMI TANPA MELEPASKAN LENGAN ISTRI. SUAMI BANGKIT DARI KURSINYA DENGAN SUSAH PAYAH DAN BERDIRI DI HADAPAN MEREKA. KETIGA ORANG ITU SEKARANG BERDIRI DEKAT POTRET BAYI DI ATAS LEMARI BUKU SUAMI Aku harus tinggal di sini. Aku tak dapat meninggalkan dia. Aku tahu betapa berat penanggunganmu. Seorang yang tak patut mendapat kasih. Seorang pincang dan lumpuh seperti aku tak sepatutnya berkumpul dengan orang yang hidupnya tanpa cacat, sebab ia cuma menghalangi kebahagiaan orang lain saja, sering aku berpikir apakah tidak lebih baik kalau aku memutuskan untuk melepaskan kau dariku. Syukurlah kini sudah ada orang ketiga yang mau melakukannya. Pergilah kau bersama dia. Malapetaka yang kusebar, kini sudah seperti penyakit, semakin lama semakin payah, tidak menjadi berkurang. Dan hidup yang kutempuh sekarang ini sudah tidak memberikan bahagia. Aku hanya dapat menebusnya dengan kematianku. SAHABAT dengki Sayang! ISTRI Untung tak ada lagi anak yang akan mengikat kau! Barangkali di luar rumah ini kau pun tak akan mendengar tangisnya lagi! ISTRI MELEPASKAN DIRI DARI PEGANGAN SAHABAT ISTRI Aku berterima kasih padamu bahwa selama ini kau telah banyak berkorban untukku. Tapi aku mohon jangan coba kau bujuk aku. Aku tahu lebih pasti bahwa aku mesti tinggal padanya daripada hasratku ikut bersamamu. SAHABAT MELANGKAH MAJU KEPADA SUAMI DENGAN MENGANCAM SAHABAT Aku dapat menghajar kau jahanam! Kau jerat dia di sini! Kau bunuh dia! SUAMI tersenyum Aku cuma seorang yang malang, yang lumpuh. Kumaafkan kau! SUAMI LUPA DISEBABKAN KARENA KEMENANGANNYA. SUAMI MENGULURKAN TANGAN KANANNYA. SAHABAT TAK MENYAMBUT ULURAN TANGAN ITU, IA MEMBELAKANGI. TERPIKIR SEJENAK, TIBA-TIBA CEPAT IA MEMBALIKKAN BADANNYA KEMBALI SAHABAT Jarimu kena tinta! SUAMI CEPAT MENARIK TANGANNYA, ISTRINYA MELIHAT TANGANNYA SENDIRI, KEMUDIAN MENGHAMPIRI SUAMINYA, MEMEGANG TANGANNYA ISTRI Tinta? Aneh sekali! Coba lihat! SUAMI berteriak karena rahasianya terbuka Pergilah bersama dia! Tinggalkan aku sendiri! SUAMI CEPAT MENARIK TANGANNYA DAN JATUH. DALAM USAHANYA MENCARI PEGANGAN PADA LEMARI BUKU. TANGANNYA MENYINGGUNG POTRET BAYI HINGGA JATUH PULA KE BAWAH. HENDAK DITANGKAPNYA POTRET ITU, TAPI SIA-SIA DAN POTRET ITU BERANTAKAN DI LANTAI. DALAM PADA SAAT ITU, ISTRINYA MENJERIT ISTRI Ia…. Ia bergerak! SAHABAT PERLAHAN-LAHAN MENDEKATI SUAMI DENGAN SIKAP MENGANCAM SAHABAT Tanganmu dapat bergerak. Tangan kananmu kena tinta! Kau apakan dia! seraya menunjuk istri Kau apakan anaknya!? SUAMI BERDIRI TEGAK DENGAN MUDAHNYA. IA TAK LAGI LUMPUH. KAKINYA MENYAMBAR POTRET. TANGANNYA MENUDING ISTRINYA SUAMI penuh kebencian dan sombong atas kemenangan Biar dirasakan siksaanku sebelum yang kalian terima di neraka! SAHABAT Seraya menarik bahu istrinya Mari! Ikutlah denganku! Biar dia menghukum perbuatannya sendiri. ISTRI Tunggu dulu melepaskan bahunya Diam! Diamlah! KEDUA LAKI-LAKI SALING BERPANDANGAN PENUH KEHERANAN ISTRI Oh, tak dengarkah kau? Tak dengarkah? Anakku menangis! Anakku menangis! Anakku menangis!LAMPU DIPADAMKAN LAMBAT LAUN. PADA SAAT KESEPIAN MENYUSUL TAMAT Kudus, Rangkaian situasi saling memaksakan pembenaran menjadi kebenaran ditampilkan Teater Sokosiji dalam Pentas Produksi ke-3 dengan naskah Suara-suara Mati, karya Manuel van Loggem, terjemahan Sunarto Timur. Meski hanya sekedar kisah tentang konflik rumah tangga yang dibalut cinta segitiga. Namun secara lebih jauh naskah itu juga merefleksikan maraknya kebohongan yang seolah-olah dibuat menjadi kenyataan alias hoaks. Naskah karya dramawan sekaligus psikolog asal Belanda itu, dipentaskan di Halaman Kantor Persatuan Wartawan Indonesia PWI Kudus, Kamis malam 15 Agustus 2019. Mulanya, adegan dibuka dengan munculnya seorang istri yang dihantui suara bayinya yang sudah meninggal. Lampu padam, adegan beralih pada monitor komputer yang menimpalkan berita-berita di pagi hari. Kemudian masuklah seorang suami hingga kemunculan seorang sahabat. Ketiga tokoh juga terjalin hubungan persahabatan sejak lama. Namun pribadi-pribadi di antara mereka saling berbenturan karena mempertahankan keyakinan masing-masing. Mereka terperangkap rasa curiga dan cemburu sehingga akal sehat tak dapat lagi membedakan apa itu cinta dan benci. Sutradara pementasan Dhani Azzra mengatakan, sengaja memilih naskah Suara-suara Mati karena ingin menggambarkan kondisi sosial masyarakat saat ini. Karena rasa curiga dan cemburu, pembenaran menjadi alat yang untuk mencapai tujuan yang diinginkan. Misalnya dalam kontestasi politik, Pileg dan Pilpres April lalu. Kendati pemilu sudah rampung, menurut Dhani, yang menjadi persoalan adalah sikap saling menghalalkan berbagai cara jika diterapkan dalam kehidupan sehari-hari. Termasuk menarasikan kebohongan menjadi pembenaran. Sehingga masyarakat akan semakin sulit membedakan antara fakta dan informasi palsu. Pimpinan Produksi Teater Sokosiji MH Aditia menambahkan, dalam pementasan kali ini pihaknya bekerja sama dengan PWI Kudus. Sebab, pesan yang ingin disampaikan melalui naskah Suara-suara Mati juga selaras dengan gerakan literasi PWI terkait upaya menangkal hoaks. Setelah pementasan, acara juga diisi dengan diskusi bertema menyikapi hoaks lewat media seni. Roy Kusuma – RSK Foto iStock As canções que compõem uma cerimônia de casamento refletem cada etapa de maneira única e, muitas vezes, relacionam momentos especiais entre o casal, seus pais, padrinhos e convidados. Com a música para a saída dos noivos não é diferente e soma-se ainda ao momento de felicidade por terem acabado de realizar o sonho do casamento. Independentemente do estilo de vocês, quando a canção final retrata a alegria do momento e tem algum significado para o casal, a emoção é garantida. Pensando em tudo isso, reunimos sugestões de músicas para diversos tipos de saída e, ainda, dicas super valiosas de como escolher a música ideal para a sua cerimônia. Confira! Sugestões certeiras para ajudar na sua escolha Músicas para uma saída clássica Se vocês são um casal do tipo tradicional e que querem fazer uma saída da cerimônia digna de um filme, as opções clássicas podem ser interessantes. Além disso, elas são atemporais e serão sempre triunfais e Músicas para uma saída romântica Casamento tem tudo a ver com romance e essas escolhas de músicas vão emocionar qualquer um. Esse momento é muito especial porque marca os primeiros instantes de casados do casal, então nada melhor do que uma música que transmita todo esse amor sentido pelos dois. Músicas para uma saída animada Já se vocês são o tipo de casal que quer começar a festa já na saída da cerimônia, nada melhor do que uma música que funcione como um “esquenta” para as comemorações. Vale lembrar que essas são apenas sugestões e você pode escolher qualquer música animada que tenha a ver com o casal e com esse momento tão feliz. Músicas para uma saída moderna As músicas geralmente remetem à uma época e uma canção moderna é perfeita para marcar a data do casamento. Imagina assistir ao vídeo do casamento daqui alguns anos e se lembrar de todo o contexto que a música da saída trouxe? Você pode escolher qualquer música que goste e que faça lembrar o casal de alguma forma. Sem contar que os convidados vão adorar! Gostou da seleção? Então continue aqui para descobrir como escolher a ideal para o seu casamento. O que considerar na hora de escolher a música de saída Afinal, como selecionar apenas uma música em meio a tantas opções? Consultamos um profissional que está mais do que acostumado a orientar casais na escolha das canções de cada momento da cerimônia, o maestro e diretor do Grupo Sonata, Laércio Hernane. Para ele, o encerramento da cerimônia é um momento alegre e festivo, “vocês acabaram de se casar e chegou a hora de comemorar o início de um novo futuro, então é isso que a música deve refletir. Eu recomendo sempre uma música bem animada, mas que tenha a ver com o casal”, declara o maestro. Confira agora as dicas do que levar em consideração ao escolher a canção final. A história de vocês esse é o mais importante a ser pensado a dois, na opinião do maestro Laércio Henrique, afinal, todo casal tem músicas que se tornaram especiais durante o relacionamento. Então, por que não escolher aquela que mais marcou a união de vocês para a saída da cerimônia? Com certeza ela será cheia de significado para vocês e seus convidados. O gosto pessoal é muito legal quando a música de saída dos noivos também se identifica com o gosto musical de cada um. Se vocês gostam do mesmo estilo musical, fica fácil. Mas se divergem muito, tentem pensar no estilo que mais combina com vocês como um casal. O resultado disso é um encerramento com a cara dos dois. A mensagem da música item importantíssimo especialmente com músicas estrangeiras. Há canções que possuem melodias lindas, mas seus versos não são tão felizes quanto parecem. Quer um exemplo? Muita gente acredita que a música “You’re Beautiful”, de James Blunt, é uma declaração de amor, quando na verdade trata-se do sofrimento de um relacionamento que acabou. Então não se deixe enganar pela melodia, dê aquela pesquisada no Google para entender direitinho o que a letra diz, ok? O estilo do casamento levando em consideração todos os itens acima, este acaba sendo automático. Mesmo assim, é sempre bom ter em mente que a música final deve estar em harmonia com o estilo do casamento. Já pensou em uma cerimônia clássica se encerrando com um rock’n roll? Não combina muito, né? Se mesmo depois de tudo isso vocês não chegarem a uma conclusão, Laércio recomenda partir para a lista de músicas tradicionais já consagradas para casamentos. Não tem erro! De qualquer forma, não tenha medo de ousar, leve a sua ideia para o grupo que tocará na sua cerimônia e deixe que eles transformem o sonho de vocês em música! Priscilla Ázara Jornalista por teimosia, contadora de histórias por paixão. Vive uma vida editada, é alucinada por cachorros e chocolate, ama viajar e ainda procura na caixa de correios a sua cartinha de Hogwarts. Ver mais conteúdos de Priscilla Ázara ArticleFull-text availableSuara-Suara Islam dalam Surat Kabar dan Majalah Terbitan Awal Abad 20 di MinangkabauJanuary 2020 Buletin Al-Turas[...]Sastri SunartiAbstrak Tulisan ini menjelaskan tentang perkembangan pers di Sumatera seperti Palembang, Medan, Sibolga, Padang, dan Kota Raja di Aceh pada paruh kedua abad ke-19. Namun demikian, tulisan ini fokus pada daerah Padang yang menjadi pusat perniagaan yang dikelola oleh orang Eropa terutama Belanda dan Tionghoa. Selanjutnya, pada awal abad ke-20, para pengusaha pribumi mulai terlibat dalam bidang ... [Show full abstract] percetakan dan penerbitan, seperti surat kabar Alam Minangkerbau 1904, Perserikatan Orang Alam Minangkerbau OAM tahun 1911 milik orang pribumi asal Minangkabau. Mulai saat itu usaha di bidang percetakan dan penerbitan semakin berkembang di Sumatra. Usaha ini pun hingga memunculkan berbagai karakter dan kepentingan masyarakat pribumi terutama tentang suara-suara kelompok atau organisasi yang memperjuangkan nasib masyarakat miskin, tertindas, maupun yang kurang mendapatkan pengajaran. Sampai menjelang pertengahan abad ke-20 suara-suara masyarakat semakin tumbuh dan direpresentasikan melalui berbagai media cetak. Banyak yang mengusung tentang pentingnya pendidikan baik umum maupun agama di samping tentang periklanan dari perusahaan-perusahaan perkebunan. Maka dari perkembangan pers inilah tidak sedikit yang mengawali suara nasionalisme bangsa dari berbagai wilayah di Indonesia termasuk dari Sumatera. - Abstract This article explains about the development of press in Sumatera, such as Palembang, Medan, Sibloga, Padang, and Kota Raja in Aceh in the second half of 19th Century. However, it focuses on Padang as the center of commerce run by European especially Dutch, and Chinese. In addition, in the beginning of 20th Century, the indigenous petty bourgeoisie involved in printing and publishing sector, such as Alam Minangkerbau newspaper 1904, Perserikatan Orang Alam Minangkerbau OAM in 1911 owned by the local people from Minangkabau. Since then, printing and publishing business had been growing in Sumatera. The business brought various characteristics and also local people interests, especially the voices of groups or organization that fought for the poor, the oppressed people, and the ones who were lack of education access. Until the mid of 20th century, the voices of the people was growing and represented through variety of printed media. Many of them carried on the importance of education, both general and religious education, as well as advertising and plantation companies. This development of press brought the voice of nationalism from various region, including full-text Kudus, – Rangkaian situasi saling memaksakan pembenaran menjadi kebenaran ditampilkan Teater Sokosiji dalam Pentas Produksi ke-3 dengan naskah Suara-suara Mati, karya Manuel van Loggem, terjemahan Sunarto Timur. Meski hanya sekedar kisah tentang konflik rumah tangga yang dibalut cinta segitiga. Namun secara lebih jauh naskah itu juga merefleksikan maraknya kebohongan yang seolah-olah dibuat menjadi kenyataan alias hoaks. Naskah karya dramawan sekaligus psikolog asal Belanda itu, dipentaskan di Halaman Kantor Persatuan Wartawan Indonesia PWI Kudus, Kamis 15/8/2019 malam. Mulanya, adegan dibuka dengan munculnya seorang istri yang dihantui suara bayinya yang sudah meninggal. Lampu padam, adegan beralih pada monitor komputer yang menimpalkan berita-berita di pagi hari. Kemudian masuklah seorang suami hingga kemunculan seorang sahabat. Ketiga tokoh juga terjalin hubungan persahabatan sejak lama. Namun pribadi-pribadi di antara mereka saling berbenturan karena mempertahankan keyakinan masing-masing. Mereka terperangkap rasa curiga dan cemburu sehingga akal sehat tak dapat lagi membedakan apa itu cinta dan benci. Sutradara pementasan Dhani Azzra mengatakan, sengaja memilih naskah Suara-suara Mati karena ingin menggambarkan kondisi sosial masyarakat saat ini. Karena rasa curiga dan cemburu, pembenaran menjadi alat yang untuk mencapai tujuan yang diinginkan. Misalnya dalam kontestasi politik, Pileg dan Pilpres April lalu. “Kami gambarkan situasi itu melalui konflik di ranah paling kecil, yaitu keluarga,” katanya. Kendati pemilu sudah rampung, menurut Dhani, yang menjadi persoalan adalah sikap saling menghalalkan berbagai cara jika diterapkan dalam kehidupan sehari-hari. Termasuk menarasikan kebohongan menjadi pembenaran. Sehingga masyarakat akan semakin sulit membedakan antara fakta dan informasi palsu. “Maraknya kebohongan inilah yang perlu disikapi bersama. Melalui pementasan teater, kami berharap bisa jadi piilihan alternatif untuk pencerah jiwa bagi penonton,” harapnya. Pimpinan Produksi Teater Sokosiji MH Aditia menambahkan, dalam pementasan kali ini pihaknya bekerja sama dengan PWI Kudus. Sebab, pesan yang ingin disampaikan melalui naskah Suara-suara Mati juga selaras dengan gerakan literasi PWI terkait upaya menangkal hoaks. “Setelah pementasan, acara juga diisi dengan diskusi bertema menyikapi hoaks lewat media seni,” katanya. AJ/YM

naskah suara suara mati